TIMES BANDUNG, BANDUNG – Di tengah deretan kafe trendi di kawasan Jalan R.E. Martadinata (Riau), Bandung, Skytree Coffee & Eatery tampil berbeda. Tidak hanya menyajikan kopi dan menu western-Asia dengan harga ramah di kantong, kafe ini tumbuh sebagai ruang sosial bagi komunitas lintas usia dan latar belakang — dari pehobi motor, musisi, hingga keluarga muda.

Didirikan pada November 2024, Skytree sejak awal dirancang bukan sekadar tempat makan, tapi pusat aktivitas sosial dan komunitas. Konsep itu dipegang kuat oleh sang leader, Hannie Said Sudrajad, yang akrab disapa Cak Hannie.

“Kami ingin Skytree jadi tempat semua orang. Bukan cuma nongkrong, tapi juga bersosialisasi, saling kenal, dan tumbuh bareng,” ujar Hannie saat ditemui di kafe, Selasa (28/10/2025).

Berbeda dengan kebanyakan kafe di kawasan Riau yang buka siang hingga malam, Skytree justru beroperasi dari pukul 07.00 pagi hingga tengah malam. Strategi ini diambil untuk menjangkau lebih banyak segmen pengunjung, termasuk wisatawan yang datang pagi atau rombongan bus wisata yang tiba larut malam.

“Kafe lain rata-rata tutup jam 10 malam. Kami tetap buka sampai jam 12. Banyak wisatawan dari Lembang atau rombongan luar kota mampir untuk late dinner,” jelas Hannie.

Menariknya, Skytree juga menjadi langganan komunitas otomotif dan musik. Sebut saja XBC, CKI, Villano, XMOB, Butterwood, hingga komunitas BMW yang rutin mengadakan pertemuan di sini. Selain itu, kafe ini juga sering menjadi lokasi kelas memasak, nonton bareng, dan pertunjukan musik live setiap malam.

“Konsepnya bukan sekadar makan, tapi ada aktivitas sosial. Kami ingin semua orang merasa punya tempat di sini,” tambah Hannie.

Soal menu, Skytree menawarkan harga yang tergolong paling terjangkau di kawasan premium Riau. Segelas kopi susu dibanderol hanya Rp15 ribu, jauh di bawah harga rata-rata kafe sekitarnya yang bisa mencapai Rp30 ribu. Menu andalan lainnya seperti pizza ukuran besar hanya Rp50 ribuan, menjadikan tempat ini populer di kalangan keluarga muda.

“Sekarang perilaku makan berubah. Banyak keluarga yang lebih memilih kafe karena lebih santai dan terjangkau. Jadi kami buat suasananya ramah keluarga, ada baby chair juga,” kata Hannie.

Hannie menyebut, kunci keberhasilan Skytree bukan pada produk, tetapi pelayanan dan kehangatan interaksi.

“Kopi dan ayam goreng bisa ditemukan di mana-mana. Tapi pelayanan, senyum, dan perhatian kecil itu yang membuat orang balik lagi. Kami jual hospitality, bukan cuma makanan,” tegasnya.

Dalam sebulan, Skytree melayani 7.000 hingga 8.000 pengunjung, dengan 60 persen di antaranya berasal dari Bandung dan sisanya wisatawan luar kota bahkan mancanegara seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei. Para sopir dan pemandu wisata pun sudah akrab menjadikan Skytree sebagai titik istirahat favorit.

“Kami jaga relasi dengan semua, termasuk driver bus wisata. Karena bagi kami, semua tamu penting, dari yang datang sendirian sampai yang bawa rombongan,” ujarnya menutup.

Dengan atmosfer hangat dan harga bersahabat, Skytree Coffee & Eatery bukan hanya sekadar kafe — tapi simbol bagaimana ruang kuliner bisa menjadi wadah kebersamaan dan kreativitas di jantung Bandung. (*)