TIMES BANDUNG, JAKARTA – Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy menerima rancangan rencana perdamaian yang dibuat Amerika Serikat, tapi Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri, Kaja Kallas memperingatkan untuk "omong kosong" dari Rusia.
Kantornya Presiden Ukraina di Kyiv mengonfirmasi, bahwa Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy menerima rancangan rencana perdamaian yang dibuat Amerika Serikat untuk bisa "membantu menyegarkan kembali diplomasi.
Volodymyr Zelenskyy tidak mengungkapkan isi proposal tersebut, yang kabarnya mengulangi tuntutan lama Moskow dan akan mendorong Kyiv untuk membuat konsesi.
Tapi kantor Volodymyr Zelenskyy mengkonfirmasi menerima draf rencana perdamaian baru yang diusulkan dari AS itu pada hari Kamis (20/11/2025) dan menyebutnya sebagai "penilaian pihak Amerika" yang bisa "membantu menyegarkan kembali diplomasi".
Kantornya juga menyatakan bahwa Zelenskyy berencana untuk membahas peluang diplomatik dengan Donald Trump dalam beberapa hari mendatang. "Para pihak sepakat untuk menyusun ketentuan-ketentuan rencana tersebut sedemikian rupa sehingga bisa mengakhiri perang secara adil," kata pihak Ukraina.
Sejak awal tahun ini, Ukraina telah mendukung usulan Presiden Trump yang bertujuan mengakhiri pertumpahan darah.
"Kami siap sekarang, seperti sebelumnya, untuk bekerja sama secara konstruktif dengan pihak Amerika, serta dengan mitra kami di Eropa dan di seluruh dunia, sehingga hasilnya adalah perdamaian," kata mereka.
Tanpa mengungkap detail proposal AS, Zelenskyy hanya mengatakan bahwa kedua belah pihak membahas "pilihan untuk mencapai perdamaian sejati" dan format dialog antara AS dan Ukraina, serta "dorongan baru untuk diplomasi."
"Tim kami - Ukraina dan Amerika Serikat - akan bekerja pada ketentuan rencana untuk mengakhiri perang. Kami siap bekerja secara konstruktif, jujur, dan cepat," kata Zelenskyy dalam sebuah postingan di X.
Zelenskyy juga mengonfirmasi bahwa rencana tersebut dibahas pada pertemuan dengan Menteri Angkatan Darat AS, Daniel P Driscoll, di Kyiv pada Kamis pagi.
Media AS melaporkan bahwa rencana tersebut mencakup seruan bagi Ukraina untuk menyerahkan wilayah Donbas di Ukraina timur yang masih dikuasainya, secara signifikan mengurangi jumlah angkatan bersenjatanya, dan menyerahkan banyak persenjataannya.
Rencana tersebut diyakini telah dirancang oleh utusan khusus Rusia, Kirill Dmitriev, yang kemudian meneruskannya kepada utusan khusus Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, dan akan mengharuskan Ukraina untuk membuat konsesi sebanyak-banyaknya.
'Omong Kosong Rusia'
Namun Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri, Kaja Kallas, Kamis kemarin memperingatkan sekaligus menegaskan kembali agar Eropa turut serta dalam perundingan perdamaian Ukraina-Rusia itu.
"Rusia hanya sekadar "omong kosong" kepada Donald Trump dengan merancang rencana perdamaian baru untuk mengakhiri perang di Ukraina," katanya.
Peringatannya itu muncul ditengah banyaknya laporan tentang cetak biru 28 poin yang tampaknya dirancang secara tertutup oleh Amerika Serikat dan Rusia, tanpa masukan dari Ukraina.
"Posisi kami tidak berubah. Agar rencana perdamaian berhasil, rencana tersebut harus didukung oleh Ukraina, dan harus didukung oleh Eropa," ujar Kallas setelah pertemuan para menteri luar negeri di Brussels.
"Jika Rusia benar-benar menginginkan perdamaian, mereka pasti sudah menerima tawaran gencatan senjata tanpa syarat pada bulan Maret lalu. Uni Eropa memiliki rencana dua poin yang sangat jelas: pertama, melemahkan Rusia; kedua, mendukung Ukraina," ungkapnya.
Rencana perdamaian AS-Rusia yang diduga kuat memuat ketentuan-ketentuan yang sangat merugikan Ukraina, seperti penyerahan penuh Donbas, yang gagal dikontrol sepenuhnya oleh pasukan Rusia, dan pembatasan jumlah tentara serta persenjataan Ukraina.
Orang Eropa tidak terlibat dalam inisiatif tersebut, yang tampaknya dipimpin oleh utusan khusus Rusia, Kirill Dmitriev, dan kemudian diteruskan ke utusan khusus AS, Steve Witkoff.
Witkoff adalah tokoh kontroversial di Ukraina dan Eropa karena kecenderungannya untuk menerima poin pembicaraan Kremlin tanpa kritis.
Kaja Kallas mengatakan para menteri telah membahas rencana yang dilaporkan tersebut selama pembicaraan mereka pada hari Kamis, tetapi mencatat bahwa ruangan tetap "sangat tenang" karena "kita telah melihat ini sebelumnya" – merujuk pada upaya diplomatik sebelumnya yang mengabaikan perspektif Ukraina. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ukraina Terima Proposal Perdamaian Versi AS, Eropa Tuding Rusia Omong Kosong
| Pewarta | : Widodo Irianto |
| Editor | : Ronny Wicaksono |