TIMES BANDUNG, BANDUNG – Tragedi keracunan massal ribuan siswa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih menyisakan keprihatinan mendalam.
Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi Golkar, Dadang Naser, turun langsung meninjau kondisi korban di posko darurat GOR Kecamatan Cipongkor pada Jumat (26/9/2025) malam.
Dalam kunjungannya, Dadang melihat puluhan siswa masih terbaring lemah dan menjalani perawatan medis di gor penanganan darurat di kecamatan Cipongkor.
Menurutnya, MBG pada dasarnya merupakan program mulia yang digagas Presiden Prabowo Subianto untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah melalui pemenuhan gizi anak. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan program tersebut justru berubah menjadi bencana keracunan ribuan siswa di Bandung Barat.
“MBG ini makanan bergizi, bukan beracun. Kalau sampai beracun, berarti ada salah olah makan dan salah manajemen. Ini yang harus dievaluasi,” tegas ujar Dadang Naser kepada wartawan di lokasi.
Ribuan Korban Siswa Keracunan MBG di KBB
Data sementara Dinas Kesehatan KBB mencatat, total korban keracunan mencapai lebih dari seribu siswa. Dari jumlah tersebut, 65 siswa masih menjalani perawatan, sementara 1.244 lainnya sudah dinyatakan sembuh.
Rinciannya, di Desa Cihampelas terdapat 198 kasus dengan 27 siswa masih dirawat. Di Desa Neglasari, kasus melonjak hingga 718 dengan 38 siswa masih dalam perawatan. Sementara di Desa Sirnagalih, tercatat 393 kasus, meski seluruh korban sudah pulih.
Dadang menilai data tersebut menjadi alarm serius bahwa sistem pengelolaan MBG memiliki celah besar yang berbahaya.
Kritik Model Dapur Umum
Ia menyoroti konsep dapur umum yang dipaksa memproduksi hingga 3.000 porsi per hari. Dengan sistem ini tidak realistis dan berisiko tinggi, terlebih bila distribusi dilakukan ke wilayah-wilayah terpencil seperti Cipongkor.
Dadang mendorong agar program MBG dirancang lebih fleksibel dengan melibatkan kantin sekolah, orang tua, komite, hingga UMKM lokal. Dengan begitu, kualitas makanan bisa terjaga tetap segar, higienis, sekaligus memberi dampak positif bagi perekonomian daerah.
“Jangan jadikan MBG ladang bisnis semata. Prioritaskan gizi anak. Kalau hanya mengejar keuntungan, masyarakat dirugikan, negara pun rugi karena APBN triliunan sudah terserap,” ujarnya.
Pemerintah Daerah Jangan Jadi Kambing Hitam
Selain itu, Dadang juga menyinggung lemahnya peran pemerintah daerah. Ia menolak jika Pemkab atau Pemkot sepenuhnya dipersalahkan, sebab penunjukan kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dilakukan langsung oleh Badan Gizi Nasional (BGN), bukan oleh bupati atau wali kota.
“Jangan salahkan daerah, karena mereka memang tidak dilibatkan sejak awal. Kalau sudah terjadi bencana seperti ini, malah saling menyalahkan. Padahal mafia program bantuan sering bermain di lapangan,” sindirnya.
Desakan Evaluasi Total Program MBG
Dalam penegasannya, Dadang meminta pemerintah pusat segera melakukan evaluasi total terhadap MBG. Mulai dari manajemen dapur, sistem distribusi, hingga pengawasan di lapangan.
Ia juga mendorong agar program ini membuka ruang bagi peternak dan petani lokal untuk memasok bahan pangan, sehingga keberadaan MBG tidak hanya memberi manfaat gizi, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi masyarakat sekitar.
“Program MBG ini sangat bagus, tapi jangan sampai ternodai oleh kelalaian dan kepentingan pribadi. Mari kita dukung bersama agar benar-benar melahirkan generasi emas Indonesia dengan gizi yang baik,” pungkasnya.(*)
Pewarta | : Deni Supriatna |
Editor | : Imadudin Muhammad |