https://bandung.times.co.id/
Berita

Workshop AI di Bandung, Universitas Sangga Buana YPKP Hadirkan Profesor Mancanegara

Sabtu, 20 September 2025 - 20:42
Workshop AI di Bandung, Universitas Sangga Buana YPKP Hadirkan Profesor Mancanegara Rektor Universitas Sangga Buana YPKP, Dr. Didin Saepudin, SE., M.Si berfoto bersama Prof. Milan Regec dari Slovakia dan juga Ketua Yayasan dan nara sumber lainnya. (FOTO: Djarot/TIMES Indonesia)

TIMES BANDUNG, BANDUNG – Gelombang kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) semakin deras memengaruhi berbagai sektor, termasuk bisnis dan pendidikan. Dalam sebuah forum internasional yang diselenggarakan Universitas Sangga Buana YPKP Bandung, para akademisi dari dalam dan luar negeri sepakat bahwa AI membawa peluang besar, tetapi juga menghadirkan tantangan serius yang tak bisa diabaikan.

Rektor Universitas Sangga Buana YPKP, Dr. Didin Saepudin,SE., M.Si menegaskan kegiatan ini bukan sekadar rutinitas akademik, melainkan bagian dari upaya menghadirkan gagasan segar yang relevan dengan perkembangan global. Setiap tahun, universitas yang dipimpinnya mendorong berbagai unit untuk menyelenggarakan program tematik yang memberi manfaat tidak hanya bagi kalangan internal kampus, tetapi juga masyarakat luas. Tahun ini, topik AI dipilih karena dinilai paling mendesak dan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan.

Didin menjelaskan, pihaknya melibatkan narasumber internasional dari Thailand, Malaysia, hingga Slovakia agar diskusi menjadi kaya perspektif. Menurutnya, isu AI tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Ada dampak positif yang bisa mendorong efisiensi, kreativitas, dan inovasi, tetapi juga ada sisi negatif yang menuntut kewaspadaan, terutama terkait etika dan penyalahgunaan teknologi. “Harapan kami, masyarakat bisa memahami AI tidak hanya dari sisi yang menakutkan, tetapi juga bagaimana memanfaatkannya secara positif, etis, dan sesuai aturan,” ujar Didin, Sabtu (20/09/2025). 

Sebagai bagian dari komitmen itu, Universitas Sangga Buana YPKP tengah menyiapkan regulasi internal terkait penggunaan AI dalam dunia akademik. Didin menegaskan pentingnya menjaga integritas karya ilmiah mahasiswa dan dosen agar tidak terjerumus pada praktik curang. Kerja sama dengan perusahaan global seperti Wiley Enterprise juga tengah dijajaki untuk memperkuat instrumen pengawasan.

“Kami ingin mahasiswa dan dosen paham bagaimana memanfaatkan AI dengan benar, tanpa melanggar etika akademik. Hasil karya harus tetap bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya.

Pandangan kritis disampaikan Prof. Milan Regec dari Universitas Comenius, Bratislava, Slovakia. Ia menyoroti fenomena masyarakat yang terlalu cepat menyerahkan kemampuan berpikir pada AI. Menurutnya, AI memang menawarkan efisiensi, tetapi tidak pernah bisa menggantikan kemampuan manusia untuk mencari kebenaran.

“Berpikir itu tidak pernah memperlambat kita. Justru jika kita menyerahkan seluruh proses berpikir kepada AI, kita akan berhenti berkembang,” ungkapnya.

Milan menekankan bahwa jawaban yang diberikan AI tidak pernah seratus persen akurat. Oleh karena itu, pengguna dituntut selalu memverifikasi, menguji, dan tidak menelan mentah-mentah setiap informasi yang dihasilkan mesin.

Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak oleh narasi pemasaran yang menjanjikan profesi baru dengan memanfaatkan AI, seperti istilah “insinyur cepat” yang belakangan populer. Menurut Milan, istilah itu merendahkan profesi insinyur yang sebenarnya menuntut keahlian kompleks.

“AI hanyalah pintu menuju informasi yang kadang sudah terdistorsi. Kita tetap perlu mencari sumber asli dan kebenaran, karena AI tidak memiliki konsep itu,” ujarnya.

Dari Malaysia, Prof. Huda Ibrahim dari Universiti Utara Malaysia menyoroti sisi lain yang kerap luput, yakni potensi penyalahgunaan AI untuk penipuan dan manipulasi. Ia memaparkan bagaimana kementerian di negaranya gencar mengadakan program literasi digital, mulai dari siswa sekolah hingga warga lanjut usia, agar masyarakat tidak mudah tertipu.

Namun, meski upaya edukasi terus dilakukan, kasus penipuan berbasis teknologi tetap meningkat. “AI adalah hal yang baik, tetapi tentu saja ada sisi buruknya. Beberapa orang menggunakannya untuk menipu atau memanipulasi orang lain. Karena itu, verifikasi informasi menjadi sangat penting,” kata Huda.

Ia mengingatkan bahwa kelompok paling rentan adalah warga lanjut usia yang sering menjadi korban investasi palsu atau penipuan berbasis AI. Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya pendidikan literasi digital yang berkesinambungan dan tidak hanya berhenti pada satu generasi. “Jangan hanya membaca dan percaya, jangan hanya mendengar dan percaya. Verifikasi, lakukan check and balance. Itu satu-satunya cara untuk bertahan,” ujarnya.

Diskusi lintas negara ini memperlihatkan betapa AI dipandang berbeda dari berbagai sudut. Ada optimisme bahwa teknologi ini bisa menjadi pendorong transformasi bisnis, memperkuat komunikasi, hingga memprediksi tren dengan lebih akurat. Namun ada pula kekhawatiran bahwa tanpa kendali etika, AI bisa menjadi alat berbahaya yang merugikan masyarakat.

Ketiga narasumber seolah mengajak masyarakat untuk tidak latah menghadapi perkembangan teknologi. Alih-alih larut dalam euforia atau ketakutan, masyarakat perlu bersikap kritis, membangun kesadaran, dan menegakkan aturan agar pemanfaatan AI tidak menyimpang dari jalurnya. Perguruan tinggi pun didorong memainkan peran penting sebagai benteng moral sekaligus laboratorium ide untuk memastikan AI digunakan secara tepat.

Forum ini menegaskan satu hal penting: kecerdasan buatan hanyalah alat. Bagaimana ia dimanfaatkan, apakah untuk kebaikan atau justru untuk manipulasi, sepenuhnya tergantung pada manusia yang mengendalikannya. Dengan pemahaman yang mendalam, regulasi yang kuat, dan literasi yang meluas, AI dapat menjadi mitra strategis yang memperkaya peradaban, bukan ancaman yang menakutkan. (*)

Pewarta : Djarot Mediandoko
Editor : Hendarmono Al Sidarto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bandung just now

Welcome to TIMES Bandung

TIMES Bandung is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.